RajaBackLink.com

Belitung Sudah Memiliki Rumah Restorative Justice

Belitung Sudah Memiliki Rumah Restorative Justice

Star7tv.com, Belitung

Di Kabupaten Belitung kini sudah memiliki Rumah Restorative Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif. Keberadaan rumah RJ ini terletak di Desa Perawas jalan Armada No 01 Aik Rayak Ujong I Desa Perawas Kecamatan Tanjungpandan Kabupaten Belitung.

Kepala Kejaksaan Negeri Belitung Dr IG Punia Atmaja NR, SH MH telah meresmikan Rumah Restorative Justice, pada hari Selasa tanggal 28 Juni 2022 sekitar pukul 09.00 sampai dengan selesai, dihadiri oleh Bupati Kabupaten Belitung yang diwakili oleh Sekda Kabupaten Belitung, Ketua DPRD Kabupaten Belitung Ansori, Perwakilan Pengadilan Negeri Kabupaten Belitung, Perwakilan Kapolres, Perwakilan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Belitung, Kepala Desa Perawas Yahya beserta perangkatnya dan para Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, dan Tokoh Adat.

Dalam sambutannya Kajari Belitung IG Punia Atmaja sampaikan bahwa Kejaksaan sebagai Lembaga Pemerintah dan pelaksana kekuasaan Negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadaan yang hidup dalam masyarakat.

“Kejaksaan sebagai Lembaga Pemerintah di bidang penuntutan harus mewujudkan kepastian, ketertiban, keadilan, kebenaran berdasarkan hukum,
Serta salah satunya yaitu dengan mendorong penyelesaian perkara tindak pidana tertentu dengan penyelesaian perkara diluar pengadilan yaitu dengan cara musyawarah yang melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan keluarga pelaku, juga para tokoh masyarakat baik tokoh adat maupun tokoh Agama,” ujarnya.

Ia sampaikan bahwa sebutan restoratif justice merupakan penghentian penuntutan dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan dimasyarakat dan memberikan kepastian hukum (rechtmatigheid) dan kemanfaatan (doelmatigheid) dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan berdasarkan hukum dan hati Nurani.

Kajari berharap akan menciptakan perdamaian dan penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Ia katakan bahwa kewenangan penyelesaian perkara secara Restorative Justice ini diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagaimana diatur dalam pasal 5 dengan ketentuan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya maksimal 5 (lima) tahun.

Sambungnya bahwa tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,OO (dua juta lima ratus ribu rupiah), dilakukan karena kelalaian, bersifat kasuistis, telah memenuhi syarat pemulihan keadaan semula oleh tersangka.

Ditambahkannya tersangka juga harus memenuhi kewajibannya misalnya mengembalikan barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang timbul, telah ada perdamaian dengan korban, disepakati tersangka dan korban, dan tidak terhadap kejahatan lingkungan hidup, tindak pidana terhadap keamanan negara, ketertiban umum dan kesusilaan, TP Narkotika, lingkungan hidup dan korporasi, bagi pelaku tindak pidana yang memenuhi beberapa persyaratan tersebut maka dapat dilakukan penghentian penuntutan.

“Adapun maksud dan tujuan pendirian dan peresmian dari Rumah Restoratif Justice adalah untuk mewujudkan harmonisasi dan menciptakan kedamaian di tengah masyarakat. Rumah ini dijadikan rumah masyarakat yang tidak saja berfungsi untuk kepentingan penyelesaian perdamaian perkara pidana tetapi juga bisa untuk menyelesaikan perkara perdata, waris, perkawinan, bahkan digunakan sebagai tempat musyawarah untuk menyampaikan program masayarakat desa dan sosialisasi. Peran Jaksa di tengah masyarakat sangat dibutuhkan untuk menghilangkan resistensi atau pembalasan di masyarakat dalam penanganan perkara sehingga kedepannya Pengadilan adalah benteng terakhir pencari keadilan ketika kesepakatan dan damai itu sudah tidak bisa lagi ditetapkan dalam setiap perkara, dan hal ini sesuai dengan prinsip Ultimum Remidium,” tutup Kajari Belitung. (Tp)

 





Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *