Harga emas (XAU/USD) terus menunjukkan performa impresif di awal pekan, didorong oleh meningkatnya spekulasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dan melemahnya dolar AS. Logam mulia ini kembali menjadi pilihan utama investor yang mencari perlindungan di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tensi geopolitik yang belum mereda. Meski tren kenaikan masih kuat, sebagian pelaku pasar mulai berhati-hati karena potensi koreksi teknikal bisa muncul kapan saja jika arah kebijakan moneter The Fed berubah.
Menurut Andy Nugraha, Analis Dupoin Futures Indonesia, tren emas masih bergerak di jalur bullish yang solid. “Selama tekanan beli tetap dominan, harga emas berpeluang menembus area $4.750 per troy ons dalam waktu dekat,” ujarnya. Namun, Andy juga menekankan pentingnya mengantisipasi kemungkinan pembalikan arah. “Jika harga gagal mempertahankan momentum dan turun menembus level kunci di $3.800, maka peluang koreksi menuju $3.628 kembali terbuka minggu depan,” tambahnya.
Secara teknikal, pergerakan emas masih konsisten membentuk pola higher high dan higher low, memperkuat sinyal tren naik jangka menengah. Indikator Moving Average juga menunjukkan bahwa sentimen beli masih mendominasi. Selama harga mampu bertahan di atas area support $3.950–$3.800, potensi penguatan masih besar dengan target terdekat di kisaran $4.700–$4.750. Namun, jika tekanan jual meningkat, area tersebut bisa menjadi titik pantulan untuk koreksi terbatas sebelum tren naik berlanjut.
Dari sisi fundamental, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter menjadi bahan bakar utama reli emas. Pasar semakin yakin bahwa The Fed akan segera memangkas suku bunga acuan setelah serangkaian data menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi. Pemangkasan suku bunga cenderung menguntungkan emas karena menurunkan opportunity cost untuk memegang aset tanpa imbal hasil tetap. Namun, kehati-hatian tetap diperlukan.
“The Fed tidak akan terburu-buru,” jelas Andy. “Jika inflasi tetap tinggi atau pasar tenaga kerja masih terlalu kuat, mereka bisa menahan laju pemangkasan suku bunga. Hal itu akan memberikan tekanan jangka pendek pada harga emas.”
Selain faktor kebijakan moneter, ketegangan geopolitik juga menjadi katalis penting bagi kenaikan emas. Perseteruan dagang antara AS dan Tiongkok, terutama terkait kebijakan ekspor bahan langka (rare earth), menciptakan kekhawatiran baru di pasar global. Ketegangan ini memperkuat minat investor terhadap aset safe-haven seperti emas. Sejalan dengan itu, HSBC telah menaikkan proyeksi harga emas untuk periode 2025–2026, menilai permintaan akan tetap tinggi di tengah volatilitas global.
Sementara itu, Bank of America juga menunjukkan optimisme serupa. Dalam laporan terbarunya, bank tersebut memperkirakan harga emas dapat mencapai USD 5.000 per troy ons pada tahun 2026, seiring peningkatan pembelian oleh bank sentral dan investor institusional yang mencari diversifikasi cadangan.
Faktor pelemahan dolar AS turut memberikan dorongan tambahan pada harga emas. Dolar yang melemah membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, meningkatkan daya tariknya di pasar global. Namun, jika imbal hasil obligasi AS kembali naik atau ekspektasi inflasi melonjak, maka tekanan terhadap emas bisa meningkat kembali.
Secara keseluruhan, prospek emas masih positif selama harga tetap bertahan di atas level $3.800. Kenaikan menuju $4.750 menjadi skenario utama, dengan sentimen didorong oleh pelemahan dolar, ketidakpastian geopolitik, dan prospek rate cut dari The Fed. Meski begitu, risiko koreksi tetap mengintai, terutama jika The Fed memberikan sinyal hawkish atau data ekonomi AS menunjukkan ketahanan yang lebih kuat dari perkiraan.
Artikel ini juga tayang di Vritimes