Jakarta, 1 Oktober 2025 – Industri baja merupakan salah satu fondasi penting bagi kemandirian ekonomi nasional. Hampir seluruh sektor strategis seperti konstruksi, perkapalan, pertahanan, transportasi, hingga perumahan bergantung pada pasokan baja dalam negeri. Namun, di tengah gempuran baja impor murah dan tantangan struktural industri, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk/Krakatau Steel Group menegaskan perlunya dukungan penuh dari pemerintah dan DPR RI untuk memperkuat daya saing industri baja nasional.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Akbar Djohan menyampaikan bahwa saat ini industri baja
nasional tengah berada di persimpangan penting. Tanpa perlindungan dan dukungan
kebijakan yang tepat, Indonesia akan terus didera pada impor baja, padahal
kapasitas dalam negeri sesungguhnya sudah mencukupi.
“Regulasi dan kebijakan dari pemerintah serta dukungan dari DPR sangat
krusial. Ini bukan hanya soal kepentingan satu perusahaan, tapi tentang menjaga
kedaulatan industri strategis nasional,” ujar Akbar Djohan dalam keterangan
resminya.
Baja
Impor Ancaman Nyata bagi Produsen Lokal
Tantangan terbesar yang kini dihadapi industri baja nasional adalah
membanjirnya produk baja impor murah, terutama dari Tiongkok. Dalam tiga tahun
terakhir, ekspor baja Tiongkok melonjak drastis: dari 67 juta ton pada 2022
menjadi 90 juta ton pada 2023, dan mencapai 117 juta ton pada 2024. Sekitar 50
persen dari ekspor itu mengalir ke pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Produk baja impor bisa dijual lebih murah hingga 20-25 dolar per ton.
Tanpa instrumen perlindungan seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Safeguard
melalui Bea Masuk Imbalan, dan juga Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP),
produsen lokal akan kesulitan bersaing,” jelas Akbar.
Di sisi lain, Indonesia sejatinya memiliki kapasitas produksi baja yang
cukup besar. Bahkan, sekitar 80 persen kebutuhan baja nasional bisa dipenuhi
dari dalam negeri. Namun, kenyataannya 40-55 persen kebutuhan baja masih menggunakan
produk impor. Hal ini menyebabkan utilisasi produksi Industri Baja Nasional
rata-rata hanya mencapai 57 persen.
“Perlunya implementasi tata niaga impor yang optimal agar impor hanya
dilakukan jika produksi dalam negeri benar-benar tidak mampu memenuhi
kebutuhan. Jika tidak diatur, industri baja nasional akan semakin terpuruk,”
tambahnya.
Dukungan
Modal Kerja : Kunci Keberlanjutan Industri Baja Dalam Negeri
Selain tantangan eksternal, Krakatau
Steel Group juga menghadapi tantangan internal, khususnya dari sisi kebutuhan
modal kerja.
Akbar Djohan menyebutkan bahwa penyediaan modal kerja merupakan
kebutuhan mendesak agar perusahaan dapat mengoperasikan fasilitas produksi
secara efisien dan berkelanjutan. KS Group memiliki kapasitas produksi mencapai
7,9 juta ton per tahun dengan berbagai produk unggulan seperti Hot Rolled
Coil (HRC), Cold Rolled Coil (CRC), pipa las, hingga profil konstruksi.
“Restrukturisasi keuangan dan penyediaan modal kerja menjadi kunci.
Tanpa dukungan finansial, upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi tidak
akan optimal,” jelasnya.
Untuk itu, Krakatau Steel Group mengusulkan agar pemerintah dan DPR
dapat mendukung percepatan penyediaan modal kerja bagi perusahaan. Dukungan
tersebut diharapkan tidak hanya membantu Krakatau Steel Group bertahan, tetapi juga
memperkuat rantai pasok baja nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Hilirisasi
dan Sinergi: Jalan Menuju Kemandirian Baja Nasional
Meski tantangan yang dihadapi tidak kecil, Krakatau Steel Group tetap
optimistis terhadap masa depan industri baja nasional. Salah satu strategi
utama yang tengah dijalankan adalah penguatan hilirisasi dan perluasan sinergi
lintas sektor.
Menurut Akbar Djohan, hilirisasi akan membuka peluang besar untuk
memperluas rantai nilai produk baja sekaligus menciptakan pasar domestik yang
lebih kuat. “Sinergi dengan sektor perkapalan, militer, transportasi, hingga
program pembangunan perumahan rakyat akan menjadi motor baru pertumbuhan
industri baja nasional,” tegasnya.
Salah satu peluang strategis yang tengah dibidik adalah program
pemerintah untuk pembangunan tiga juta rumah rakyat. Proyek besar ini
diperkirakan akan menyerap baja dalam jumlah signifikan dan menjadi momentum
penting bagi penguatan industri baja dalam negeri.
Akbar Djohan juga menegaskan pentingnya peran dari legislatif dalam
bentuk dukungan untuk mendorong adanya kebijakan perlindungan pasar,
pengendalian tata niaga impor, penyediaan modal kerja, dan fasilitasi
hilirisasi.
“Kalau semua pihak bersinergi, industri baja nasional tidak hanya akan
bertahan, tapi juga tumbuh menjadi tulang punggung pembangunan nasional.
Krakatau Steel Group siap berada di garda terdepan dalam agenda besar ini,”
pungkas Akbar Djohan yang juga menjabat
sebagai Chairman
ALFI/ILFA (Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia) serta Chairman IISIA
(Indonesia Iron & Steel Industry Association).
Adapun program adalah salah satu bagian bagi
kemajuan/kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dan hal ini bagian dari ASTA CITA
Presiden Prabowo Subianto.
Artikel ini juga tayang di Vritimes