Di Teupah Selatan, pernah berdiri sebuah denyut kehidupan kecil, sederhana, tetapi menjadi kebanggaan seluruh warga Teupah Selatan.
Namanya Pasar Kawat: Pusat ekonomi, napas pelabuhan, rumah bagi pemerintahan Kecamatan Teupah Selatan, sekaligus halaman perjumpaan warga dari masa 1960 hingga 1990-an.
Dulu, Pasar Kawat bukan sekadar tempat menjual ikan, beras, atau barang lainnya Ia adalah alun-alun jiwa, tempat anak muda saling berjumpa dan bercengkrama, tempat bapak-bapak meneguk kopi di warung yang tak pernah sepi, tempat pendatang dari laut dan darat singgah sebelum melangkah pulang, tempat penginapan yang selalu terbuka untuk para tamu yang datang.

Belum ada listrik, belum ada aspal.
Namun cahaya lampu petromax dan tekad manusia membuat tempat itu terang seperti kota kecil yang percaya pada masa depannya. Segala yang ringkas terasa mewah, segala yang sederhana terasa mulia karena hidup, karena ramai, karena penuh harapan. Kini, Pasar Itu Memanggil dengan Suara Sunyi
Waktu berjalan, pembangunan datang, anggaran pemerintah mengalir ke mana-mana namun Pasar Kawat ditinggalkan seperti halaman tua yang kehilangan pembacanya. Jalan pasar menuju pelabuhan kapal motor (boat), tambatan perahu nelayan yang menjadi urat nadi pasar kini berubah menjadi kubangan lumpur.

Tempat bersandar kapal nelayan dari jauh, tempat perahu nelayan setempat merapat kini tak berwujud seperti dulu hanya kenangan bagi yang pernah singgah, bukan harapan. Ruas jalan yang dulu menjadi jalur ekonomi kini terkelupas, retak, rompal, dan dibiarkan menderita tanpa sentuhan perbaikan. Roda kendaraan meninggalkan luka seperti parit dan setiap genangan lumpur terasa seperti cemooh terhadap sejarah masa jayanya.
Bangunan kedai berdiri lusuh, menyimpan rahasia kecewa. Ada yang pintunya terkunci rapat, ada yang tinggal pondasi bisu tak bertiang seolah bangunan pun paham bahwa ia telah dilupakan.

Kemajuan Datang Tapi Tidak Untuk Pasar Kawat!!
Simeulue berkembang. Jalan-jalan dibangun. Bendahara negara datang membawa anggaran. Namun Pasar Kawat tidak pernah dipandang layak menjadi prioritas.
Jika dulu ia pintu ekonomi mengapa kini dibiarkan mati pelan-pelan?
Jika dulu ia rumah pemerintahan mengapa kini tidak dihormati oleh pemerintah kecamatan yang pernah lahir di sana?
Apakah wajah Teupah Selatan tidak lagi punya nilai di mata pemimpinnya sendiri?
Kemajuan bukan alasan untuk menghapus sejarah. Perubahan bukan izin untuk mengubur identitas. Pertanyaan untuk Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten. Sampai kapan jalan utama menuju tambatan perahu dibiarkan menjadi lumpur penghinaan?

Sampai kapan pusat ekonomi yang pernah memakmurkan daerah ini hanya diperlakukan sebagai foto nostalgia tanpa rencana pemulihan?
Sampai kapan potensi sejarah dan wisata budaya dibiarkan tergeletak seperti benda rongsok di sudut memori?
Masyarakat ingin bertanya tanpa perlu berteriak:
Apakah Pasar Kawat tidak dianggap penting karena tak menghasilkan proyek dan dana hibah?
Apakah nilai sejarah kalah dengan nilai tanda tangan anggaran? Padahal sejarah adalah identitas, dan identitas harus dijaga, bukan diseret masuk kubangan.
Nostalgia: Bukan Sekadar Cerita, Tapi Panggilan Moral
Bagi generasi yang tumbuh di masa jayanya, Pasar Kawat adalah jantung kehidupan diujung selatan pulau ini, kedai kopi, tempat menunggu kapal, tempat belajar menjadi orang dewasa dan mengalami modernisasi. Kini mereka pulang hanya untuk menundukkan kepala bukan karena rindu, tapi karena sedih. Pasar ini terlindas zaman, tapi yang bertanggung jawab bukan sejarah, melainkan pemangku kebijakan hari ini.

Harapan: Sebelum Ia Mati Total
Pasar Kawat belum mati ia hanya menunggu dipanggil kembali. Jalan pasar bisa dibenahi. Dermaga bisa dibangun ulang. Riwayat pelabuhan bisa terukir kembali dalam sejarah pesisir Simeulue.Tapi semua hanya mungkin jika ada niat politik, jika ada hati, jika pemerintah masih punya rasa hormat kepada masa lalu.
Rakyat tidak meminta beton istana.
Rakyat hanya ingin agar wajah sejarah mereka tidak dipermalukan oleh genangan dan lumpur. Pasar Kawat telah memberikan masa lalu yang indah untuk Teupah Selatan. Kini giliran pemerintah memberikan masa depan untuk Pasar Kawat.
Kalau tidak sekarang, kapan?
Kalau bukan pemerintah Simeulue sendiri, siapa lagi?
Pasar Kawat memanggil.
Semoga ada pemimpin yang masih mau menjawab.
Terimakasih “Catatan ku di penghujung tahun 2025”
Oleh: Bintang Selatan
Teupah Selatan, 22 Desember 2025













