DEPOK | Star7Tv – Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Depok, Hj. Qonita Lutfiyah, menegaskan pihaknya telah menindaklanjuti laporan yang masuk terkait dugaan pelanggaran etik salah satu anggota dewan (TR-red).
Menanggapi pelanggaran kode wtik, menurut Qonita, BK sudah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama pihak kuasa hukun pelapor untuk menggali informasi secara jelas dan menyeluruh.
Sebagai informasi, kuasa hukum (PA) yang turut hadir di RDP, timnya menunggu proses hasil notulen. Pihak kami menunggu hasil notulen dari BK DPRD dan secepatnya kami menunggu.
“RDP ini menjadi bagian dari tahapan proses untuk mencari solusi terbaik. Namun, perlu dipahami bahwa ranah BK hanya sebatas pelanggaran etik. Jika ada hal yang berkaitan dengan kasus hukum, maka itu menjadi kewenangan penegak hukum,” jelasnya, diselarapat, Kamis (25/9/2025).
Adapun mengenai hal dugaan pelanggaran etik, Qonita menambahkan, sanksi yang dapat diberikan BK hanya berkaitan dengan pelanggaran etik. Sementara, apabila terdapat persoalan hukum, BK akan menunggu hingga proses hukum selesai.
“Proses ini masih berjalan. Setelah tahapan RDP, kami akan melakukan pemanggilan, mediasi, dan nantinya hasil akhir akan kami sampaikan. Jadi, kami belum bisa berbicara mengenai bentuk sanksinya saat ini,” ungkapnya.
Qonita menekankan bahwa setiap laporan yang diterima BK DPRD Depok akan selalu ditindaklanjuti. “Kami berkomitmen menjaga integritas serta menjaga marwah DPRD. Karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir, setiap aduan pasti kami proses sesuai mekanisme,” tegasnya.
Hal senada ditambahkan, anggota DPRD, Turiman, menegaskan bahwa inti yang harus disampaikan dalam surat perjanjian adalah soal anggaran. Perlu digarisbawahi, anggota dewan termasuk di Kota Depok, tidak memiliki anggaran untuk kegiatan apapun, kecuali anggaran kedinasan yang diberikan melalui kegiatan resmi kepada masyarakat.
Jika spesifikasinya menyangkut infrastruktur, hal tersebut juga bukan kewenangan anggota DPRD. DPRD hanya memiliki pokok-pokok pikiran atau aspirasi. Aspirasi ini bersumber dari usulan masyarakat atau hasil temuan di lapangan, yang kemudian diusulkan kepada eksekutif untuk ditindaklanjuti.
Dalam prosesnya, ada konsultan serta pelaksana kegiatan yang mengatur prioritas. ” Artinya, anggota dewan hanya berperan menyampaikan profil aspirasi, bukan sebagai pemilik anggaran. Nilai dan pelaksanaan kegiatan sepenuhnya menjadi kewenangan eksekutif, ” jelasnya.
Oleh karena itu, jika ada surat perjanjian yang menyebutkan seolah-olah anggota dewan memiliki anggaran, hal itu tidak benar. DPRD hanya mengusulkan, sedangkan anggaran sepenuhnya berada pada eksekutif. (RN)