JAKARTA|Star7Tv – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan bahwa proses penyusunan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 masih berlangsung. Penetapan UMP tahun depan dipastikan tidak menggunakan satu angka nasional, melainkan mengacu pada kondisi masing-masing provinsi sesuai hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Menteri Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa penyusunan UMP 2026 tetap berlandaskan pendekatan yang lebih rinci terhadap tingkat kebutuhan riil pekerja di daerah. “Setiap provinsi memiliki variabel ekonomi dan KHL yang berbeda. Karena itu penentuan UMP tidak bisa disamaratakan dalam satu angka nasional,” ujarnya, dikutip laman Kemenaker, (3/12)
Berdasarkan Survei KHL dan Putusan MK
Proses penetapan UMP 2026 mengikuti mekanisme baru yang menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait formula pengupahan. Pemerintah telah menuntaskan sejumlah rangkaian survei KHL di berbagai daerah sebagai dasar ilmiah untuk menentukan besaran upah minimum.
Melalui mekanisme ini, UMP 2026 diperkirakan akan memiliki perbedaan yang lebih tajam antarprovinsi, tergantung pada kebutuhan konsumsi, harga barang pokok, dan komponen hidup layak lainnya.
Jadwal pengumuman
Kemnaker menargetkan penetapan UMP 2026 dilakukan sebelum 31 Desember 2025, agar dapat diberlakukan mulai 1 Januari 2026. Penetapan tahun ini mengalami penyesuaian jadwal karena formula baru masih dikaji bersama Dewan Pengupahan Nasional dan provinsi.
Acuan UMP 2025
Sebagai gambaran awal, berikut beberapa besaran UMP 2025 yang menjadi referensi sementara sebelum penetapan UMP 2026 dilakukan:
– DKI Jakarta: Rp 5.396.761
– Jawa Barat: Rp 2.191.232
– Jawa Tengah: Rp 2.169.348
– Jawa Timur: Rp 2.305.984
– Riau: Sekitar Rp 3.508.776
Adapun besaran UMP 2026 nantinya dapat mengalami kenaikan, stagnasi, atau penyesuaian berbeda pada tiap provinsi, bergantung hasil final perhitungan KHL dan kondisi ekonomi daerah.
Sementara dampak penetapan UMP 2026
Pemerintah menegaskan, bahwa formula baru diharapkan mampu menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan relevan terhadap kondisi masyarakat pekerja. Bagi pekerja, kebijakan ini diproyeksikan mendekatkan upah dengan kebutuhan hidup aktual. Sementara bagi dunia usaha, perbedaan UMP antarprovinsi akan memberikan ruang penyesuaian struktur pengupahan sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing wilayah. (RI)












